The Destiny of Us – Chapter 4

poster-the-destiny-of-us

The Destiny of Us – Chapter 4

Main Cast: Jessica Jung – Luhan – Byun Baekhyun – Song Jieun

Others: Park Hyungsik –  Sulli – Kai

Genre: Romance

Rated: PG15

Poster by: Afina23

Previous: Chapter 1 | Chapter 2 | Chapter 3

© Amy Park

One day, we saw each other for the first time

Suddenly, I’m out of breath and my painful memories have all disappeared

 (Ailee – Tears Stole The Heart)

***

Baekhyun hanya duduk diam dan memerhatikan Hyoyeon yang sedang asik mengobrol dengan Jongin, Taemin, dan Sulli. Seohyun sedang pergi ke kamar mandi, sedangkan Jessica tidak ikut dalam acara makan malam. Walaupun ide acara makan malam bersama ini datang dari Baekhyun, nampaknya pria itu merasa bosan dan sama sekali tidak bersemangat. Tentu saja, hal ini karena Jessica tidak hadir.

“Aku ingin pergi mencari udara segar. Jika aku lama, kalian duluan saja.”

“Mencari udara segar di mana?”

Baekhyun tidak menghiraukan pertanyaan Hyoyeon. Dia langsung pergi meninggalkan restoran kemudian melangkah keluar mall. Langkah kakinya terhenti ketika dia melihat wanita yang sangat dia kenal. Jessica. Wanita yang sedang berbicara dengan seorang pria adalah Jessica.

“Bukankah itu sepupu Jessica?”

Baekhyun hendak menghampiri Jessica. Namun, tubuhnya langsung terpaku ketika pria tersebut mendekap dan mencium bibir Jessica. Baekhyun menghela napas tidak percaya dan entah kenapa dadanya terasa panas.

“Firasatku benar, hubungan mereka lebih dari hanya sekadar sepupu.”

***

Jieun melihat semuanya. Jieun melihat momen di mana Luhan berbicara dengan tegas pada Jessica bahwa dia sungguh mencintai wanita itu. Dia juga melihat Luhan mendekap dan mencium bibir Jessica dengan lembut dan penuh dengan kesungguhan. Jieun harus menelan kenyataan bahwa Luhan memang sudah menemukan wanita lain yang dapat menggantikannya. Wanita itu berbalik badan. Tepat setelah itu, air mata Jieun pun jatuh membasahi kedua pipinya. Dia menghela napas kemudian berjalan meninggalkan halaman belakang mall.

“Kau dari mana saja? Kami mencarimu sedari tadi.” Ucap seorang pria berjas ketika Jieun sampai di tempat parkir khusus VIP.

“Buka pintunya.”

Pria berjas itu menghela napas kemudian membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Jieun. Wanita itu pun langsung masuk ke dalamnya, diikuti oleh pria berjas tersebut.

“Langsung ke apartemen. Aku ingin tidur.” Perintah Jieun pada sang supir yang berada di jok depan. Sang supir pun melajukan mobil sesuai dengan perintah Jieun.

“Kau baru saja menangis? Kenapa? Apa karena Luhan?”

“Kau hanya sekretaris perusahaan, Park Hyungsik. Tolong jangan ikut campur dalam masalah pribadiku.”

“Kalau begitu anggap saja kau sedang berbicara dengan sahabatmu ketika kuliah, bukan dengan sekretaris perusahaanmu. Lagipula, kita tidak sedang di perusahaan, kan? Ceritakan saja padaku apa yang telah membuatmu kacau.”

Jieun menghela napas kemudian menunduk sesaat. Dia menoleh dan menatap Hyungsik dengan senyum tipisnya, “Kalau begitu, apa kau pikir aku salah jika ingin memiliki Luhan? Memisahkan pria itu dari istrinya?”

“Kenapa kau ingin melakukan hal itu?”

“Karena aku mencintai Luhan.”

“Jika kau mencintai Luhan, mengapa dua tahun yang lalu kau pergi seenaknya meninggalkan Luhan tanpa memberitahu alasanmu?”

Pertanyaan Hyungsik bagaikan sebuah peluru yang langsung menembus jantung Jieun. Wanita itu tahu bahwa itu kesalahan fatalnya yang membuat Luhan meninggalkan Jieun dan memilih menikah dengan Jessica, “Aku hanya tidak ingin Luhan mengetahui alasan aku pergi.”

“Jika kau mencintainya, kau harus bersikap jujur padanya, Jieun-ah.”

“Aku hanya tidak ingin membuatnya khawatir.”

“Justru dengan menghilang tanpa kabar, kau membuatnya khawatir sekaligus kecewa.”

Jieun tersenyum samar, “Hal itu sudah berlalu. Sekarang, yang aku inginkan adalah mendapatkan Luhan kembali. Kau tau, Hyungsik-ah, dalam kondisiku yang sekarang ini, aku sangat membutuhkan kehadiran Luhan. Aku ingin dia selalu berada di sampingku.”

“Walaupun Luhan sudah menikah? Kau akan memisahkan Luhan dengan istrinya?”

“Setidaknya Jessica bisa kembali bertemu dan melihat Luhan lebih lama walaupun aku sudah memisahkan mereka berdua.”

Hyungsik hendak menanggapi perkataan Jieun. Namun, ponselnya berdering menandakan adanya pesan masuk dari ayah Jieun, sang presdir perusahaan. Ketika sudah membaca isi pesan, Hyungsik menghela napas kemudian berkata, “Kau harus pulang ke rumah orang tuamu. Dokter Ahn sudah menunggu.”

***

Walaupun sudah dipaksa beberapa kali oleh Luhan, tetapi Jessica tetap tidak ingin pulang. Luhan pun terpaksa menawarkan Jessica untuk menginap di hotel karena menyewa apartemen itu tidak mudah dan tidak bisa dilakukan malam ini juga. Jessica pun mengakui bahwa tabungannya pun tidak cukup untuk menyewa apartemen untuk tempat tinggalnya. Namun, wanita itu tetap bertekad untuk pindah ke apartemen dan tinggal terpisah dengan Luhan.

“Biaya hotel ini akan aku ganti minggu depan. Aku juga akan membereskan barang-barangku dari rumahmu mulai minggu depan.”

“Sungguh, Jess. Kau tidak perlu melakukan hal ini.”

“Pernikahan ini harus dihentikan. Kita harus berpisah. Jika sudah memiliki keberanian, aku akan membicarakan hal ini pada eomma dan appa.”

“Bagaimana jika aku tidak ingin berpisah denganmu?”

Jessica mendengus, “Tentu saja kau harus mau.”

Luhan menghela napas. Dia kemudian bertanya hal lain, “Kunci hotel sudah kau dapatkan?”

“Sudah.” Ujar Jessica sambil menunjukkan kunci hotel yang ada di tangannya.

“Lebih baik kita ke kamar. Aku mengantuk.”

Jessica mengernyit bingung, “Kau akan menginap di hotel bersamaku?”

“Ya.”

“Tidak boleh. Kau lebih baik pulang. Kalau kau menginap, sama saja kita tidak tinggal terpi—“

“Aku yang membayar kamar hotel, jadi kau tidak boleh melarangku untuk menginap. Aku duluan masuk ke kamar.”

Luhan mengambil kunci kamar hotel dari tangan Jessica kemudian pergi meninggalkan wanita itu. Jessica menghentakan kedua kakinya bergantian seraya menggerutu, “Kenapa pria itu jadi menyebalkan, sih?”

***

Luhan baru saja selesai mandi dan dia mendapati Jessica sedang duduk di sofa dengan ekspresi wajah yang aneh. Karena penasaran, Luhan menghampiri Jessica. Pria itu terbelalak kaget ketika sadar bahwa Jessica sedang memegang segelas minuman beralkohol. Tidak hanya itu, botol minuman beralkohol tersimpan rapi di atas meja dengan isi yang sudah musnah setengahnya.

“Astaga, Jessica. Dari mana kau mendapatkan minuman ini?” Luhan langsung merebut gelas minuman dari tangan Jessica.

“Tentu saja dari kulkas. Dari mana lagi? Aku haus dan tidak ada minuman lain. Jadiiii… aku minum saja.”

Luhan menghela napas kemudian bergumam, “Seharusnya aku mengecek isi kulkas terlebih dahulu.”

Jessica yang sedang mabuk menarik lengan Luhan sehingga pria itu terduduk di sebelah Jessica. Wanita itu menggandeng lengan Luhan lalu menyandarkan kepalanya di bahu Luhan. “Kau harus berpisah denganku, arraseo?? Aku tidak ingin berurusan dengan wanita yang bernama Jieun itu. Aku tidak ingin memiliki masalah dengan orang lainnnn…”

“Kau bertemu Jieun?” tanya Luhan dengan tidak percaya.

Jessica mengangkat kepalanya dari bahu Luhan kemudian menatap pria itu, “Tentu saja. Sebelum kau mencium bibirku!!! Ah, kenapa kau mencium bibirku? Untuk memberikan tanda bahwa aku ini milikmu, huh? Walaupun kau sudah menciumku, aku masih bisa melepaskan diri darimu.”

“Sebentar, tanda bahwa kau adalah milikku?”

Jessica mengangguk bersemangat. Dia tersenyum aneh selayaknya orang mabuk kepada Luhan, “Iya!! Tapi ciuman saja tidak cukup. Setidaknya itu yang aku pelajari dari drama-drama Korea atau opera sabun yang sering ditonton ibuku.”

“Jadi, aku harus membuatmu menjadi milikku seutuhnya agar kau tidak bisa berpisah denganku?”

“Huh?”

Mianhae.”

***

Mata Jessica terbuka perlahan. Kepalanya terasa sangat pusing karena minuman beralkohol yang diminumnya semalam. Setelah berhasil mengumpulkan kesadarannya, Jessica merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Seketika dia menyadari bahwa dia tidak mengenakan apa-apa kecuali selimut yang menutupi. Jessica langsung panik. Dia menoleh ke sampingnya dan menemukan sosok Luhan yang masih tertidur dengan keadaan persis sepertinya sehingga membuat Jessica langsung berteriak histeris.

“Akhhhh!! Kenapa kau ada di sini dengan keadaan seperti itu?”

Teriakan histeris Jessica mampu membuat Luhan terbangun. Masih dengan keadaan setengah sadar dan suara parau, Luhan bertanya, “Kenapa, Jess?”

Jessica pun mengubah posisinya menjadi duduk namun dia masih mempertahankan selimutnya untuk menutupi tubuh, “Kenapa kau tidur di sini??”

“Biasanya juga kita tidur bersama, kan?”

“Tapi ini berbeda, bodoh!! Akhh eommaaa,  Luhan menyentuhku.”

Luhan menggaruk kepalanya yang masih pusing, “Maksudmu apa, Jess?”

“Aku tidak menyangka kau sebodoh itu. Kau masih tidak mengerti? Kita berdua di atas ranjang yang sama tanpa menggunakan pakaian apa pun. Semalam aku mabuk dan sudah pasti ketika aku mabuk kau memerkosaku, kan?”

Mwo?!!”

“Kau menyentuhku tanpa izin!!”

“Tapi semalam kau menerima perlakuanku dan aku tidak memaksamu.”

“Itu karena aku mabukkkkk.”

Luhan menghela napas, “Sudahlah, Jess. Kita sudah resmi menikah. Apa masalahnya?”

“Masalahnya, aku sudah berencana untuk bercerai denganmu dan sekarang—“

“Kau tidak punya alasan untuk bercerai denganku. Aku sudah menyentuhmu dan kau menjadi milikku seutuhnya.”

“A-apa kau bilang?”

Luhan meraih kaos putih miliknya yang tersimpan begitu saja di meja kecil sebelah tempat tidur kemudian memakainya. Dia kembali menatap Jessica, “Kau tidak bisa berpisah denganku. Bagaimana pun, kau sudah menjadi tanggung jawabku sepenuhnya.”

Jessica tertawa sinis, “Kau melakukan hal ini agar aku tidak bisa berpisah denganmu?”

“Maaf…”

“Bajingan.”

Luhan langsung tersentak mendengar perkataan Jessica. Semarah apa pun Jessica, wanita itu tidak pernah melontarkan kata kasar padanya. Untuk sekarang, sudah bisa dipastikan bahwa Jessica memang marah besar padanya.

Jessica langsung memalingkan wajahnya dari Luhan setelah berkata seperti itu. “Berbalik dan jangan melihatku.” Ucap Jessica dengan suara yang bergetar. Wanita itu mulai menangis.

“Jess…”

“Aku ingin ke kamar mandi dan memakai baju. Tolong berbalik dan jangan melihatku.”

“Baiklah.”

Luhan mengikuti perkataan Jessica. Setelah memastikan bahwa Luhan benar-benar membalikkan tubuhnya, Jessica langsung berdiri dan memungut pakaiannya yang berserakan di lantai. Sambil menyeka air mata, dia berlari menuju kamar mandi.

Pintu suara kamar mandi ditutup terdengar. Ketia itu Luhan menghela napas dan memejamkan matanya lalu bergumam lirih, “Aku sungguh minta maaf, Jessica.”

***

Jessica hendak membuka pintu mobil tepat ketika Luhan menghentikan mobilnya di depan gedung fakultas sosial, tetapi lengan Luhan menahan Jessica.

“Aku ingin menjelaskan semuanya.”

Jessica melepaskan lengan Luhan dengan paksa. Tanpa berkata apa pun, Jessica langsung membuka pintu mobil dan segera keluar meninggalkan Luhan. Pria itu memukul setir mobil dengan keras, dia marah pada dirinya sendiri. Karena merasa bersalah, Luhan memilih turun dari mobil dan mengejar Jessica. Pria itu mensejajarkan langkah dengan istrinya.

“Berhentilah mengikutiku, kau harus bekerja.”

“Tidak sebelum kau memaafkanku.”

“Itu tidak akan terjadi, Luhan.”

Luhan menahan lengan Jessica sehingga wanita itu berhenti melangkah. “Ku mohon, maafkan aku. Aku melakukan hal itu karena aku mencintaimu.”

“Tapi aku tidak mencintaimu.”

“Jess..”

“Ku mohon lepaskan. Aku tidak mau kita menjadi pusat perhatian.”

Dengan perlahan, Luhan melepaskan tangannya. Jessica pun segera berjalan meninggalkan Luhan. Pria itu menghela napas pasrah. Namun, hatinya tidak akan bisa tenang sebelum Jessica benar-benar memaafkannya.

***

Kegiatan hari ini hanya pengenalan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di fakultas. Mahasiswa baru disuguhi berbagai stan dari setiap UKM yang ada di Fakultas Sosial tersebut. Di samping mengunjungi stan UKM dan membeli formulir untuk bergabung dengan UKM yang cocok, Jessica lebih memilih duduk diam di sebuah bangku yang terletak di sebelah lapangan basket. Jessica ingin sendiri dan tempat itulah yang pas karena suasananya sangat sepi.

“Kau tipikal mahasiswa baru yang miris.”

Jessica langsung dikagetkan oleh suara pria. Dia mendongkak dan menghela napas ketika tahu bahwa suara itu milik Baekhyun. Seniornya yang menyebalkan itu tersenyum kemudian duduk di sebelah Jessica. Walaupun merasa terganggu, Jessica memilih diam dari pada mengomel. Entahlah, Jessica sedang tidak ingin berbicara dengan siapa pun, tidak terkecuali Baekhyun.

“Aku rasa ada seseorang yang sedang patah hati. Ah, tidak, sakit hati. Oh, bukan, tapi sedang kecewa? Apa istilah yang tepat, ya? Terluka karena cinta? Ouch, menyedihkan.”

Jessica melirik sebal pada Baekhyun, tetapi wanita itu tetap pada pendiriannya. Dia sama sekali tidak akan menanggapi perkataan Baekhyun.

“Tapi ini sedikit aneh. Semalam aku melihatmu berciuman dengan seorang pria di mall dan hari ini aku pun melihatmu bertengkar dengan pria yang sama. Hal yang lebih aneh lagi.. pria itu adalah sepupumu. Siapa namanya? Luhan? Ah, iya, Luhan. Kalian berdua berpacaran, ya? Semacam cinta terlarang atau apa? Aku benar-benar tidak mengerti.”

Jessica sudah mulai terganggu dengan ocehan Baekhyun. Wanita itu hendak berdiri untuk pergi. Namun, Baekhyun menarik lengan Jessica sehingga wanita itu terpaksa duduk kembali.

“Tapi aku tidak peduli dengan semua itu. Yang terpenting, aku bisa bertemu denganmu lagi hari ini walaupun kau sudah menjadi bisu.”

Mwo?!!”

“Aha! Kau masih bisa berbicara rupanya. Ku pikir kau bisu karena sedari tadi hanya diam. Syukurlah kalau kau masih bisa bicara.”

“Lebih baik kau pergi. Mood-ku sedang tidak baik.”

“Justru itu, Sica-ya. Aku datang untuk memperbaiki mood-mu.”

Jessica mencibir, “Kau hanya akan lebih merusaknya.”

“Benarkah? Ku rasa tidak. Tapi terserah katamu. Ah, sebenarnya aku menemuimu untuk memberikan sesuatu.”

Baekhyun mengeluarkan sebuah smartphone bewarna putih dari saku jaketnya. Pria itu menaruh smartphone tersebut di tangan Jessica. “Untukmu. Mulai sekarang, kau harus berkomunikasi denganku lewat ponsel ini. Dan… jangan menghilangkan atau menambahkan gantungan pada ponsel ini.”

Jessica memerhatikan smartphone yang ada di tangannya. Smartphone itu bewarna putih dan dihiasi oleh dua gantungan yang berbentuk miniatur menara eifel dan huruf S bewarna coklat. Jessica menatap Baekhyun heran, “Bukankah ini smartphone yang baru saja kau beli pada waktu itu?”

“Yap!”

“Kenapa kau memberikannya padaku?”

“Sudah ku bilang, smartphone itu harus kau gunakan untuk berkomunikasi denganku.”

“Tapi aku sudah memiliki ponsel.”

Baekhyun mendengus, “Aku tahu. Namun, kau harus menggunakan smartphone itu khusus untuk berkomunikasi denganku, jangan menggunakan ponselmu.”

“Aku tidak mengerti jalan pikiranmu.”

“Aku sendiri juga tidak mengerti.”

“Baekhyun sunbae, aku tidak bisa menerima—“

“Simpan baik-baik smartphone itu. Sekarang kau sebaiknya pergi ke lab fotografi denganku. Para anggota baru klub fotografi sudah menunggu. Karena kau juga anggota baru klub fotografi, kau harus hadir.”

Jessica menaikkan sebelah alisnya karena tidak mengerti, “Maksudmu? UKM fotografi? Tapi aku tidak mendaftar untuk mengikuti klub itu.”

“Kau memang tidak mendaftar, tapi akulah yang mendaftarkanmu.”

“Apa kau bilang? Hey, kau tidak boleh seenaknya mendaftarkan aku pada sebuah UKM. Aku tidak ada niatan untuk mengikuti UKM fotografi.”

Baekhyun tersenyum, “Percayalah, lama-lama kau akan menyukai fotografi.”

“Sudahlah, aku tidak mau ikut klub fotografi yang kau sebutkan. Lagipula, aku tidak punya kamera.”

“Aku sudah membelikanmu kamera kemarin. Ah, tapi sayangnya aku lupa membawa kamera itu.”

“Sungguh, Baekhyun. Kenapa kau melakukan ini padaku?”

Pria itu tersenyum samar kemudian menjawab pertanyaan Jessica, “Aku juga tidak mengerti. Tapi percayalah, Sica-ya, kau tidak akan menyesal mengikuti UKM fotografi.”

“Apa kau juga salah satu senior yang mengikuti klub Fotografi?”

Baekhyun menjentikkan jarinya, “Itu salah satunya. Kau tidak akan menyesal mengikuti klub fotografi karena aku juga anggota dari klub itu.”

“Terserah.”

Baekhyun terkekeh, “Ayo, kau harus datang dan memperkenalkan dirimu sebagai calon anggota baru klub fotografi.”

Jessica pun tidak mengerti mengapa pada akhirnya dia mengikuti perkataan Baekhyun.

***

Tidak terasa hari sudah gelap dan waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Ternyata memang benar apa yang dikatakan Baekhyun. Mengikuti klub fotografi memang menyenangkan. Walaupun Jessica masih berstatus calon anggota klub fotografi—karena untuk menjadi anggota resmi harus mengikuti diklat terlebih dahulu—tetapi sudah banyak pengetahuan tentang dunia fotografi yang dia dapatkan. Jessica pun bersyukur karena Baekhyun bersedia mengantarnya ke apartemen Seohyun malam ini. Ya, Jessica tidak ingin bertemu Luhan sehingga memutuskan untuk menginap di apartemen Seohyun.

“Oh, aku lupa membeli sesuatu. Kau duluan saja Baekhyun-ssi, nanti aku menyusul.”

“Mau aku antar?”

Jessica menggeleng, “Tidak usah.”

“Aku antar saja, ya? Ke mini market jurusan, kan?”

“Jangan. Kau duluan saja ke tempat parkir. Aku tidak akan lama.”

“Kenapa sepertinya kau tidak ingin aku mengantarmu?”

Jessica mendengus, “Karena barang yang aku beli adalah barang khusus wanita. Kau tidak boleh ikut. Titik. Aku pergi dulu.”

Jessica membalikkan badan kemudian pergi meninggalkan Baekhyun. Pria itu menggeleng sambil terkekeh geli melihat tingkah Jessica. Baekhyun pun langsung melangkah menuju halaman parkir. Di halaman parkir, dia melihat seseorang tengah berdiri di depan sebuah mobil putih yang terparkir di sebelah mobil miliknya. Seseorang itu adalah Luhan. Baekhyun pun memberanikan diri untuk melangkah dan menyapa Luhan.

“Sepupu Jessica, lama tidak bertemu.”

Luhan mendongkak dan menatap Baekhyun dengan heran, “Kau..”

“Seniornya Jessica. Baekhyun. Pria yang kau temui di toko es krim bersama Jessica. Kau ingat?”

Luhan mengangguk kecil, “Ah, ya, aku ingat.”

Baekhyun tersenyum tipis. “Kau ke sini untuk menjemput Jessica? Wah, kau tipikal sepupu yang baik. Tapi sayang sekali, Jessica akan pulang bersamaku malam ini.”

“Apa katamu?”

Baekhyun menepuk jidatnya sekilas, “Aku lupa memberitahumu. Ada hal yang ingin aku katakan padamu. Sebenarnya, aku menyukai sepupumu. Mohon doa darimu agar aku bisa segera mendapatkan hatinya. Yah… semoga doa darimu bisa membantuku karena aku yakin mendapatkan hati Jessica tidak semudah yang aku bayangkan. Apalagi jika ada orang ketiga di antara kami.”

Tatapan Luhan pada Baekhyun berubah seketika. Luhan menatap Baekhyun tajam, sedangkan Baekhyun menatap Luhan dengan tatapan yang mengejek. Walau kedua pria itu saling diam, tapi ada aura panas siap tempur yang tidak terlihat di dalamnya.

“Baekhyun-ah!! Aku sudah selesai. Kau harus mengantarku ke apartem—“ perkataan Jessica terhenti begitu saja ketika sadar bahwa Baekhyun tidak sendiri di sana, terlebih orang yang bersama Baekhyun adalah Luhan.

“Oh, Sica-ya, ternyata sepupumu ini menjemput. Kau mau tetap diantar olehku atau sepupumu yang satu ini?”

“Ayo pulang, Jess.” Ucap Luhan dingin pada Jessica.

Wanita itu menghela napas kemudian menjawab, “Maaf. Aku akan pergi bersama Baekhyun.”

Baekhyun tersenyum mendengar jawaban Jessica. Pria itu membuka kunci pintu mobilnya menggunakan autolock. Setelah mendengar suara klik yang menandakan pintu mobil Baekhyun sudah tidak terkunci, Jessica langsung melangkah dan masuk ke dalamnya. Baekhyun pun kembali menatap Luhan, “Satu poin untuk kemenanganku. Sepertinya kita akan sering bersaing, sepupunya Jessica.”

Luhan tersenyum jengkel ketika Baekhyun sudah masuk dan menjalankan mobilnya. “Satu masalah lagi datang.”

***

“Terima kasih sudah mengantar. Sampai jumpa.”

Baekhyun menahan lengan Jessica yang hendak melangkah menuju lift apartemen. Jessica menatap Baekhyun dengan bingung, “Ada apa lagi?”

“Kau sudah membaca sembilan elemen jurnalisme, kan? Elemen pertama. Itu alasan mengapa aku memilih Jurusan Jurnalistik dan Komunikasi. Temui aku di lab fotografi usai pentas seni besok jika kau ingin mengetahui lebih jauh.”

Jessica mengangguk, “Eoh, aku akan menemuimu.”

Baekhyun tetap bergeming di tempatnya sehingga Jessica pun kembali berucap, “Lalu kenapa kau masih di sini? Kau sebaiknya pulang. Hari sudah malam.”

Perkataan Jessica memang terdengar sederhana, tetapi itu berhasil membuat Baekhyun membeku. Perkataan Jessica membuat pikiran Baekhyun melayang dan membuat pria itu ingin segera memeluk Jessica.

“Kau kenapa?” heran Jessica.

“Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu, Sica.”

“Apa?”

“Bagaimana jika aku menyukaimu?”

Dengan spontan Jessica mundur, memberikan jarak yang lebih di antara mereka. Jessica membungkuk kemudian mengatakan sesuatu sebelum dia melangkah memasuki lift, “Selamat malam, sunbae. Terima kasih sudah mengantar.”

Ketika pintu lift mulai tertutup, Baekhyun hanya mampu terdiam. Semuanya terlihat sama, pikir Baekhyun.

***

Aku sedang bersama Jessica. Tolong jangan ganggu aku, Jieun-ah.”

Jieun menutup ponsel dan menaruhnya kasar di meja makan. Tidak lama, beberapa pelayan datang dan menghidangkan makan malam untuk Jieun. Setelah menata makanan dengan rapi, beberapa pelayan itu pergi kemudian Hyungsik datang.

“Pemeriksaan intensif harus sudah kau jalani mulai hari ini. Presdir juga bilang bahwa—“

“Aku baru saja mengubungi Luhan. Dan kau tahu apa yang terjadi? Luhan memutuskan sambungan begitu saja dengan alasan bahwa dia sedang bersama Jessica.”

Hyungsik tersenyum kecil, “Sore ini juga kau harus mulai meminum obat secara rutin. Aku sudah bilang pada dokter Ahn bahwa kau tidak menyukai sirup, jadi aku—“

“Kau sudah mencari tahu alasan Luhan dan Jessica dijodohkan?”

Hyungsik menghela napas, “Ya. Mereka dijodohkan karena alasan bisnis dan persahabatan. Ibunya Luhan dan ayahnya Jessica adalah sahabat karib, mereka menjodohkan putra dan putri mereka agar hubungan persahabatan di antara mereka lebih kental dan tidak pernah putus. Tidak hanya itu, pernikahan Luhan dan Jessica tidak hanya bertukar cincin belaka, tetapi bertukar saham untuk membuat perusahaan kedua orang tua mereka lebih berkembang. Maka dari itu, jika kau berusaha menghancurkan rumah tangga mereka, kau tidak hanya memisahkan hubungan antara dua manusia, melainkan memisahkan hubungan kerjasama dua perusahaan besar.”

“Kau sedang menasihatiku?”

“Tidak, aku hanya memberitahumu.”

“Aku akan tetap memisahkan mereka.”

Hyungsik kembali menghela napas untuk yang kesekian kali, “Sebagai sahabatmu, aku mengingatkan bahwa—“

“Sebagai sahabatku juga, kau pun pasti mengerti mengapa aku melakukan ini. Tolong, Hyungsik, aku hanya ingin menghabiskan waktuku bersama Luhan.”

***

“Aku sedang bersama Jessica. Tolong jangan ganggu aku, Jieun-ah.”

Luhan segera menutup ponselnya seraya menghela napas. Kini, betapa Luhan ingin kebohongannya menjadi nyata. Dia ingin Jessica duduk di sampingnya seperti dulu. Ya, kini Luhan sedang duduk di bangku taman kota dan di taman inilah Luhan pertama kali bertemu dengan Jessica. Jessica kecil yang membuatnya langsung jatuh cinta.

 

Luhan yang baru berumur dua belas tahun itu duduk di bangku taman sambil menangis. Tidak ada yang menemaninya, dia hanya sendiri sehingga siapa pun yang melihatnya akan beranggapan bahwa dia adalah bocah cilik yang malang.

Tak lama, gadis kecil yang sedang berjalan sambil memakan es krim melihat Luhan yang sedang menangis. Gadis itu tampak prihatin dan pada akhirnya memilih untuk menghampiri Luhan. “Hai, oppa tampan, kenapa kau menangis?”

Ketika Luhan mendengar suara gadis itu, dia pun langsung mendongkak. “Ayahku meninggal.” Jawab Luhan masih terisak.

Gadis cilik itu duduk di samping Luhan kemudian menyodorkan es krim, “Makan es krim ini. Kata eomma, es krim bisa membuatmu lebih baik. Oh, ya, aku baru menjilatnya sedikit kok, jadi jangan khawatir. Aku juga tidak punya penyakit menular.”

Luhan tertawa ketika mendengar kalimat akhir dari perkataan si gadis tersebut. Dia pun pada akhirnya menerima es krim dari gadis itu kemudian memakannya, “Terima kasih. Es krim ini enak.”

“Tentu saja. Semua es krim itu enak.”

Luhan mengangguk. “Namamu siapa?”

“Jung Sooyeon. Kau hanya perlu memanggilku Jessica karena kata eomma nama panggilanku adalah Jessica.”

“Senang bertemu denganmu, Jess.”

“Jess? Sudah tahu nama panggilanku adalah Jessica, bukan Jess.”

Luhan terkekeh. “Aku ingin memanggilmu Jess saja. Tidak apa-apa, kan?”

“Yaaa… terserahmu lah. Oh, kapan ayahmu meninggal?”

Luhan langsung menghela napas, “Tadi malam. Aku tidak bisa hadir di pemakamannya karena ayahku dimakamkan di Cina. Ibuku melarang aku untuk ikut melihat prosesi pemakaman ayah. Itulah yang membuatku sedih.”

“Kenapa harus di Cina?”

Luhan tersenyum tipis, “Aku memang orang Cina. Ayahku asli Cina, sedangkan ibuku berdarah Cina-Korea. Kami sudah lama tinggal di Korea karena ayah dan ibuku punya perusahaan yang harus diurus di sini. Dua hari yang lalu, ayahku pulang ke Cina mengunjungi nenek yang sakit, tetapi tadi malam dia malah kecelakaan dan pada akhirnya meninggal.”

Gadis cilik itu merangkul Luhan dari samping dan menepuk-nepuk pundak Luhan secara perlahan untuk menenangkannya, “Jangan bersedih. Jika kau bersedih, ayahmu juga akan bersedih di sana.”

Luhan menatap Jessica kemudian tersenyum, “Terima kasih, Jess. Aku tidak akan bersedih lagi.”

Jessica melepaskan rangkulannya dan tersenyum senang, “Bagus! Kau terlihat lebih tampan jika tidak bersedih. Oh, ya, namamu siapa?”

“Namaku Lu—“

“Jessica, where are you??”

Teriakan seorang wanita itu membuat Jessica kaget lalu menjawab, “I’m here, Mom!!” Jessica kemudian menoleh pada Luhan dan berkata, “Aku harus pergi. Eomma sudah mencariku. Bye, oppa tampan!!!”

Jessica berlari kecil menjauhi Luhan. Lelaki itu hanya bisa tersenyum kecil seraya bergumam, “Oppa tampan…”

 

Luhan tersenyum mengingat kejadian itu. Dia yakin Jessica kecil yang membuatnya tersenyum waktu itu adalah Jessica yang kini menjadi istrinya. Luhan tidak ingin kehilangan Jessica karena Luhan memang benar-benar mencintai Jessica.

“Jess, apa kau tidak mengingatku?” gumam Luhan pada dirinya sendiri.

***

Walaupun hari masih menunjukkan pukul enam pagi, tapi aula khusus Jurusan Jurnalistik dan Komunikasi sudah dipenuhi oleh beberapa tim mahasiswa baru yang akan tampil pentas seni. Acara pentas seni akan diadakan pukul delapan dan para peserta kini sedang bersiap untuk menampilkan yang terbaik.

“Aku gugup. Bagaimana ini? Dua jam lagi kita tampil. Ugh, kenapa kita harus tampil pertama sih. Ini semua gara-gara Kim Jongin!”

“Aku?! Kenapa gara-gara aku?” Tanya Jongin tidak terima dengan pernyataan Sulli.

“Iya, kau yang mengambil undian nomor satu sehingga kita tampil pertama.”

“Ck, lagipula tampil pertama tidak terlalu buruk. Itu benar kan, Jessica?”

Jessica yang sedari tadi hanya duduk dan memerhatikan perdebatan Sulli dan Jongin pada akhirnya tersenyum lalu mengangguk setuju. “Tampil pertama malah memberikan keuntungan. Setidaknya kita hanya merasa gugup sekarang. Setelah tampil, rasa gugup hilang dan kita bisa menikmati penampilan yang lain.”

“Nah, Jessica betul!” Setuju Jongin yang membuat Sulli menghela napas kecil.

“Hey, kalian!!” sapa Baekhyun yang baru saja datang menghampiri.

“Hey, Baekhyun sunbae.” Balas Sulli dan Jongin hampir bersamaan.

“Aku bawa Jessica pergi dulu, ya? Ada hal yang ingin aku bicarakan dengannya.”

Baekhyun menggenggam tangan Jessica kemudian menariknya pergi meninggalkan aula. Sulli dan Jongin pun hanya bisa melihat kepergian Jessica dan Baekhyun. “Entah ini perasaanku saja atau memang Baekhyun sunbae semakin dekat dengan Jessica?” Tanya Jongin.

“Aku yakin sebentar lagi mereka menjadi sepasang kekasih.”

“Aku rasa… tidak mungkin. Mereka dekat, tetapi aku rasa tidak mungkin jika mereka sampai menjadi sepasang kekasih.”

“Kenapa? Aku yakin mereka akan menjadi sepasang kekasih kelak.” heran Sulli.

“Mau taruhan? Menurutku, mereka tidak akan menjadi sepasang kekasih.”

Sulli berdecak, “Oke. Jika mereka menjadi sepasang kekasih, kau harus mengikuti segala macam perintahku selama satu bulan. Jika mereka tidak menjadi sepasang kekasih dengan tenggang waktu tiga bulan, maka—“

“Kau harus menjadi kekasihku.” Potong Jongin.

Mwo??!!”

“Oke, aku anggap kau setuju.”

“Ya!! Kim Jongin!!”

***

Tidak terasa, acara hari ini sudah selesai. Tim merah sudah menampilkan drama musikal yang sangat mengagumkan walaupun mereka hanya mampu meraih juara kedua sebagai pentas seni terbaik. Keadaan aula sudah mulai sepi. Jessica masih duduk di salah satu bangku untuk menunggu kedatangan Baekhyun.

“Hai, Jessica.”

Jessica mendongkak dan berdecak ketika tahu bahwa yang memanggilnya adalah Jieun. Jessica berdiri sambil menatap Jieun malas, “Ada apa kau datang ke sini? Kau bukan alumni dari sini sehingga kau tidak perlu datang.”

“Aku memang bukan alumni kampus ini, tapi tidak ada yang melarangku untuk datang.”

“Ya..ya.. terserahmu saja.”

“Kau masih bertahan dengan Luhan?” Tanya Jieun langsung.

Jessica menghela napas, dia terlalu malas untuk menjawab pertanyaan Jieun. “Jika kau tidak memiliki keperluan yang penting, pintu keluar ada di sebelah kanan.”

Jieun tersenyum mengejek, “Ternyata kau menyebalkan, Jessica-ssi.”

“Ternyata kau bodoh, Jieun-ssi. Apa kau tidak mengerti? Aku sedang mengusirmu.”

“Aku juga sedang mengusirmu dari kehidupan Luhan, Jessica-ssi. Aku serius. Ku mohon padamu, tinggalkan Luhan.” Ujar Jieun tajam. Namun, mata Jieun pun tampak memohon dan terlihat kesedihan di dalamnya.

***

Jessica memilih pulang ke rumah terlebih dulu untuk mengambil pakaian. Ya, malam ini pun dia akan menginap di apartemen Seohyun. Setelah selesai mengambil pakaian, Jessica hendak pergi meninggalkan rumah. Namun, dia bertemu dengan Luhan di ruang tamu sehingga langkah Jessica terpaksa terhenti.

“Mau pergi kemana?”

“Bukan urusanmu.”

“Kau akan menginap di luar lagi? Ku mohon, Jess. Kau tidak perlu menginap di luar. Ini rumahmu.”

Jessica memutar kedua bola matanya, “Ini bukan rumahku, tetapi rumahmu.”

“Terserah. Kau sebaiknya tidak keluar malam ini.”

“Kenapa?”

“Karena aku melarangmu untuk keluar. Kau tidak perlu menginap di tempat lain.”

Jessica tertawa sinis, “Memangnya kau memiliki hak untuk melarangku?”

“Aku suamimu, Jess..” ujar Luhan dengan penuh penekanan.

Jessica memejamkan matanya sejenak kemudian kembali menatap Luhan. “Kau memang suamiku, tapi kau tidak boleh seenaknya melarangku. Dan satu hal yang perlu kau ketahui, Luhan. Kau memang suamiku, tapi kau bukanlah orang yang aku cintai.”

Luhan menghela napas. “Lalu siapa orang yang kau cintai itu?”

“Orang yang telah menjadi kekasihku.”

Mwo?!”

“Dia adalah Baekhyun.”

:: The Destiny of Us ::

Preview Chapter 5

“Kau dan Baekhyun sunbae telah menjadi sepasang kekasih?!”

“Ya. Memangnya kenapa?”

“Kau gila! Kau telah memiliki suami, Jessica.”

“Dari mana kau tahu hal itu?!”

 

“Baru saja aku pulang ke Korea, masalahmu dan Jessica sudah semakin rumit saja.”

“Dari awal pun hubungan kami sudah rumit.”

“Aku akan menasihati Jessica.”

“Aku tidak pernah membayangkan kau akan menjadi kekasih istriku.”

“Kekasih istrimu? Itu terdengar menyedihkan.”

“Tidak. Kau lebih menyedihkan.”

 

“Jika kau sunnguh mencintaiku, temui aku di taman kota. Jika kau tidak datang, aku benar-benar akan  mengakhiri semua ini.”

“Kau manusia terbodoh di dunia ini, Luhan.”

***

Aku sengaja buat chapter 4 ini agak lebih panjang dengan cerita yang ehmm condong kayak sinetron -_-. Entahlah, aku nulis chapter 4 ini tanpa sadar, ide mengalir begitu saja dan taraaa jadi kayak gini -_- Oh ya, maaf juga jika posting ff ini terbilang lama. Yes, karena kegiatanku di luar dunia ff juga banyak, jadi aku tidak bisa memosting ff terlalu sering, dan maaf juga kalau ada typos ya ._.

Konflik mulai memuncak dan itu tandanya… sebentar lagi ff ini bakal tamat ^_^

 

 

134 thoughts on “The Destiny of Us – Chapter 4

  1. ya ampun jieun jd orang kok nyebelin banget yua thor,,masa maksa banget luhan sruh balikan lagi..ckckckckck
    sica eonni jangan sampe cerai thor,,kasian abang Lulu’nya,,
    coba aja abang Lulu ceritain pertemuan masa kecil mereka pasti sica eonni bakal kembali ke pelukan abang lulu lagi deh kekekeke

  2. Hadeh…
    Rumah tangga jessica sama luhan kok bertambah rumit aja ya.. -__-
    Jessica itu senbenarnya cinta sama siapa ee thor??

  3. (*poor luhan) jdi luhan oppa dah ska jessica dri kcil …. kyak nya jieun skit prah ya thor?? soalnya dia ngotot bgt buat ngambil lulu dri sica n ada jga jieun bilang “walaupun aku memisahkan mereka tetapi jessica bisa
    melihat luhan lebih lama” sudah dlu ya thor kamsahamnida….

  4. Haaa Jieun bau tanah.. Uhm Luhan salah sih melakukannya without consent tapi gimanaaa yaaa Jess nya kaya gitu.. Bebal banget dahh, bener-bener tingkahnya kaya anak kecil, kasihan Luhan tau.. Malah pacaran sama Baek lagi :’) Aku yang baca cerita ini hanya mampu tersenyum pasrah melihat kebodohan Jess.. Tapi emang cewe itu jalan pikirannya sulit dimengerti sih 😓 aku ngakak pas bagian “oppa tampan”.. Untung masih kecil 😂

Leave a comment